Salah satu fase yang paling stressful dalam tumbuh kembang anak adalah masa MPASI (Makanan Pendamping ASI). Memangnya kenapa sih sampai se-stres itu?

Selama enam bulan pertama hidupnya, bayi hanya bergantung penuh dari ASI. Masuk usia enam bulan, bayi mulai belajar makan makanan padat secara bertahap karena ASI sudah tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhan nutrisi tubuhnya. Sehingga bayi memerlukan makanan dan cairan tambahan untuk memenuhi gap kebutuhan nutrisi tersebut.

Ilmu mengenai MPASI (Makanan Pendamping ASI) terus berkembang, mulai dari makanan yang dimakan sampai aturan makan. Lagi-lagi sangat bersyukurnya adalah, di masa kini sumber informasi dan akses terhadap ilmu terbaru dalam dunia MPASI ini mudah sekali didapat. Namun, tetap saja ketika informasi itu terlalu berlimpah seringnya justru membuat para ibu kewalahan dan tertekan sebelum sempat praktek bersama anak.

g2f31b4aef50913108866b855ab42cffc0865052ea04b8bded38ac9fb99049e15ed9bf29e8c756c1e8c7a6e681240eb62caebab4c78a4ec4523892cd010da2716_1280-2546077.jpg

Faktor Internal

Belajar mengenai dunia MPASI berarti kita harus belajar tentang banyak hal. Kapan MPASI mulai diberikan? Apa tanda-tanda bayi siap mulai MPASI? Apa makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan? Seberapa banyak porsi makanan yang diberikan ke bayi? Apa saja zat gizi yang dibutuhkan bayi? Bagaimana cara membuat, menyimpan, dan menyajikan MPASI? Bagaimana cara memberikan MPASI ke anak? Bagaimana menghadapi situasi ketika anak menolak makan atau membuka mulut? Semua aspek ini WAJIB dipelajari semua ibu demi terpenuhinya nutrisi yang dibutuhkan anak dan menghindarkan anak dari keracunan karena kesalahan penanganan makanan.

Bersamaan dengan belajar membuat, menyajikan, dan memberikan makanan kepada bayi, ibu juga harus selalu memperhatikan tanda-tanda respon tubuh bayi terhadap makanan tersebut. Apakah bayi mengalami diare atau muntah karena makanan yang dikonsumsi? Apakah bayi memunculkan reaksi alergi? Apakah teksturnya sudah sesuai keinginan dan kemampuan bayi? Apakah rasanya sudah sesuai dengan yang bayi inginkan? Jika bayi tidak ingin membuka mulut, apa saja yang harus dievaluasi? Apakah makanannya yang belum sesuai (tekstur dan rasanya)? Apakah cara menyuapinya yang perlu diperbaiki? Apakah waktu makannya sudah sesuai (bayi tidak boleh sedang ngantuk, tidak juga dalam keadaan kenyang, dll) ? Apakah anak sedang sakit sehingga tidak selera makan? Apakah anak sedang tumbuh gigi sehingga sakit untuk digunakan makan? Daan banyak lagi. Sudah kebayang belum isi kepala para ibu menghadapi ini?

Selama masa MPASI, yang belajar tidak hanya para ibu, tapi bayi itu sendiri juga belajar dengan semua proses ini. Dari yang awalnya hanya menyusu, sekarang ia harus duduk untuk beberapa saat. Belajar memasukan makanan ke dalam mulut, belajar mengunyah, belajar menelan, belajar berbagai rasa dan tekstur makanan, belajar mengenali dirinya sendiri kapan ia lapar dan kapan ia kenyang. Semua itu juga tidak mudah untuk bayi. Saat ia tidak suka sesuatu, para ibu yang harus bersabar. Di satu sisi kita diminta untuk menaati serangkaian aturan dan ukuran-ukuran. Di sisi lain kita dituntut untuk fleksibel dalam melihat respon anak. Kita yang dituntut untuk mampu menganalisa, mengevaluasi, dan berinovasi jika anak menolak sesuatu. Dan sungguh, ini bukanlah hal yang mudah. Apalagi untuk ibu baru, yang semua ini harus dicerna dengan cepat dan juga ia praktekan bersama anak. Sangat-sangat kewalahan rasanya.

pexels-photo-7946746-7946746.jpg

Saat masih menjadi bayi full ASI, para bayi biasanya tumbuh dengan sangat cepat. Berat badannya naik dengan cepat dan mudah. Tapi setelah masuk masa MPASI, ada begitu banyak faktor yang membuat berat badan bayi stuck, bahkan terkadang turun kalau bolak balik sakit. Menaikkan berat badan bayi sekitar 500gram saja, terkadang butuh waktu selama satu bulan. Saat bayi sakit, dalam seminggu masa sakitnya bisa turun drastis mungkin sampai 1kg. Setelah semua perjuangan menaikan berat badan anak, semua usaha itu ternyata bubar jalan saat anak sakit. Pasrah menerima semua usaha itu harus diulangi kembali dengan hasil yang tidak dalam waktu singkat.

Faktor Eksternal

Saat para ibu kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa, ia masih harus dihadapkan dengan berbagai tanggapan dari orang lain di sekitar. Komentar yang mempertanyakan mengapa anaknya kurus, terlalu pemilih makan, sering sakit, begini dan begitu. Juga omelan dokter atau tenaga kesehatan yang mewanti-wanti berat badan anaknya yang tidak ideal. Seakan-akan sang ibu tidak melakukan apa pun untuk mencapai target-target pertumbuhan anak. Atau dinilai tidak cukup berusaha untuk itu semua. Padahal rasanya sudah dikerahkan semua tenaga hanya untuk urusan makan memakan ini. Bukannya mendapatkan arahan dan jawaban harus melakukan apa, berkonsultasi pun terkadang hanya berakhir dengan menambah tekanan mental para ibu yang terus-menerus disalahkan.

Belum lagi pertentangan-pertentangan yang terjadi di antara para ibu dan para dokter sekalian. Perbedaan cara ibu mengeksekusi dunia MPASI saja terkadang sudah menimbulkan perdebatan tersendiri di antara para ibu. Ada yang merasa harus begini dan begitu. Ada yang merasa tidak harus begini dan begitu. Begitupun para dokter. Dokter A bilang wajib begini. Dokter B bisa juga bilang tidak harus sesaklek itu. Kalau lah kita tidak belajar secara menyeluruh, yakinlah peredebatan itu semakin menenggelamkan para ibu dalam kebingungan, tertekan, dan kecemasan tinggi.

Gempuran iklan juga setiap saat memenuhi media sosial para ibu. Kalau lah si ibu tidak belajar sungguh-sungguh, bisa-bisa ia pikir bahwa semua perkembangan anak itu harus ada vitaminnya. Vitamin penambah nafsu makan anak, vitamin untuk cepat bicara, vitamin untuk cepat jalan, vitamin apa lagi yang paling mindblowing? Belum lagi gempuran alat-alat makan, alat masak, dan bahan makanan MPASI. Kecap khusus MPASI, minyak khusus MPASI, kaldu bubuk khusus MPASI, dan sebagainya. Dijual dengan kemasan lucu-lucu khas untuk anak, dengan harga yang berkali lipat dibanding bahan makanan biasa yang digunakan sehari-hari untuk dewasa. Bayangkan berapa biaya yang habis luar biasa jika kita tidak mengerti mana yang perlu dibeli mana yang tidak?

Jadi.. Kalau dalam masa MPASI ini kamu merasa para ibu selalu dalam keadaan tekanan tinggi, cemas, tidak bisa fokus sama hal lain, gampang marah atau kesal, atau gampang sedih, dan sebagainya ya karena semua di atas inilah alasannya. Semua tekanan mental itu dihadapi berbarengan dan tantangannya setiap hari selama berbulan-bulan. Setiap hari memikirkan anak akan dimasakin apa, ternyata pas diberikan anak tidak suka. Demi anak bisa makan, harus puter otak lagi apa yang bisa diinovasikan. Terkadang dalam satu hari bisa 2-3 kali memasak makanan si bayi kalau dia terus menolak. Apakah menurutmu ini mudah? Apalagi untuk ibu baru yang semuanya serba pertama kali dan banyak bingung serta buntunya.

Bantuan Apa yang Bisa Diberikan?

Kalau sudah melihat tanda-tanda para ibu kewalahan, tolong ajak ia bicara untuk menemukan permasalahan yang ada. Terkadang si ibu sudah terlalu kewalahan mentalnya sehingga tidak tahu lagi mana yang menjadi permasalahan inti dalam masa MPASI bayinya. Bantu ia mencari solusi dengan tanyakan kepada teman atau saudara yang sekiranya melalui fase yang sama. Tanyakan bagaimana pengalaman mereka mengenai permasalahan kita dan bagaimana cara mereka menghadapinya. Kalau para istri pernah mengikuti kelas materi pelatihan MPASI, apakah memungkinkan untuk berkonsultasi pada pemateri atau pemilik kelas pelatihan tersebut? Sebab ada beberapa kelas MPASI yang memang membolehkan untuk konsultasi pasca mengikuti kelas. Tanyakan/konsultasikan pada dokter anak atau ahli gizi mengenai permasalahan makan atau hambatan selama masa MPASI ini. Bisa konsultasi online ataupun langsung tatap muka, tergantung kenyamanan para ibu. Cari akun edukasi dari dokter atau praktisi yang cukup fleksibel dalam menerapkan aturan MPASI, sehingga para ibu juga menurun tingkat stres nya.

Semangat ya bu.. Lakukan sampai batas kemampuan ibu. Ketika ibu merasa sudah tidak mampu lagi mengutak-atiknya maka ikhlaskan saja. Insyaallah semua pengalaman di masa anak pertama sangat berguna untuk anak kedua dan selanjutnya. Semoga saat anak ke dua nanti, ibu sudah lebih tenang dan memiliki ruang lebih besar untuk eksplorasi dan berinovasi dalam menempuh masa MPASI. Jangan lupa untuk terus update pengetahuan meski nanti sudah anak kedua atau seterusnya ya bu. Semangat! 🙂

Gita Nadia Motherhood

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *